Tuesday 12 May 2015

Proses Pembuatan Rodentisida Jengkol 


1. Persiapan bahan meliputi persiapan air untuk merendam dan jengkol sebagai bahan utama, dan persiapan alat seprti tangki penyemprot dan pisau untuk mengupas jengkol.
2. Perendaman jengkol dalam air dengan perbandingan 1:10. Jika penggunaan jengkol 1 kg direndam dalam air 10 kg.
3. Perendaman dilakukan selama 36 – 48 jam sampai berbau menyengat. Perendaman bertujuan agar kandungan seperti minyak astiri, saponin, alkaloid dll ddapat larut dalam air.
4. Air bekas rendaman dimasukkan tangki penyemprot yang kemudian siap digunakan.
5. Seprotkan air bekas rendaman kepada tanaman yang diserang hama tikus atau tempat sarang tikus.


Proses Pembuatan Rodentisida Cabai


1. Persiapan alat pemumbuk dam alat semprot. Bahan cabai dan juga air sebagai pelarut.
2. Cabai dimbuk atau di blender sampai halus agar mudah larut dalam air.
3. Cabai direnadam dalam air selama 24 jam.( Perendaman agar kandungan minyak astiri, piperin, dan piperidin yang berfungsi sebagai repellent dan menganggu prefensi makan hama dapat larut dalam air. )
4. Air rendaman dan cabai siap dipakai.
5. Semprotkan pada tanaman yang terserang hama tikus.

Monday 11 May 2015

Harga rodentisida sintetik yang relatif mahal dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain terbunuhnya organisme bukan sasaran seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya, keracunan pada manusia, dan lain-lain. Sejumlah masalah yang muncul akibat penggunaan rodentisida sintetik yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan meningkatnya kembali perhatian sejumlah peneliti dalam memanfaatkan potensi tumbuhan untuk mengendalikan tikus sawah.Untuk melakukan hal ini,perlu diperhatan sebagai syarat rodentisida nabati yang baik dan aman antara lain :
1. Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati.
2. Efisien untuk mengendalikan hama tertentu.
3. Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan.
4. Tidak boleh persistent(sukar terurai),jadi harusmudah terurai
5. Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling)
harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum.
6. Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota.
7. Relatif aman bagi pemakai

8. Harga terjangkau bagi petani.

Sehingga, kami menyarankan untuk menggunakan dua jenis tanaman yaitu jengkol dan cabai

1. Jengkol
Tanaman jengkol memiliki buah yang sebenarnya adalah biji atau polong dari buah yang sebenarnya. Tiap polong terdapat kurang lebih 5-7 buah. Pohon jengkol sendiri mampu tumbuh hingga mencapai 10-27 meter. Selain itu, pohon jengkol juga memiliki akar yang dalam sehingga mampu menyerap air tanah. Hal tersebut bermanfaat positif bagi konservasi air dan tanah.
Cara mengolah jengkol sebagai rodentisida nabati adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bahan (jengkol dan air).
2. Perbandingan antara jengkol dengan air adalah 1:10.
3. Jika 1 Kg jengkol maka diperlukan air 10 Liter.
4.Rendam jengkol yang sudah dikupas kulit arinya dengan air selama 36-48 jam sampai mengeluarkan bau yang sangat menyengat.
5. Kemudian ambil air rendaman dan masukkan ke dalam tangki semprot.
6. Semprotkan cairan rodentisida ke bagian bawah padi ataupun yang menjadi tempat bersarangnya tikus.
            Prinsip penggunaan tanaman jengkol ini,pada dasarnya yaitu rodentisida yang terbuat dari bahan nabati atau tumbuhan yaitu biji jengkol yang memiliki bau yang sangat menyengat sehingga bisa menyerang hama tikus. Rodentisida ini sangat berguna untuk mengendalikan hama tikus. Disamping itu menjadi sahabat para petani karena dibuat menggunakan bahan yang sangat ekonomis harganya serta tidak menimbulkan dampak negatif bagi tanaman maupun lingkungan karena terbuat dari bahan tanaman atau nabati.

2. Cabai
Cabai bisa dimanfaatkan sebagai pestisida nabati karena memiliki kandungan minyak atsiri, piperin dan piperidin yang berfungsi sebagai repellent dan mengganggu preferensi makan hama. Dengan demikian hasil rendaman cabai dengan air yang disemprotkan pada tanaman padi akan membuat hama tikus berkurang nafsu makanya

Cara mengolah cabai sebagai rodentisida nabati adalah sebagai berikut :
Bahan : Cabai,Air
·      Haluskan cabai bisa ditumbuk atau diblender
·      Rendam dengan air selama satu malam
·      Saring air rendaman dan bisa langsung disemprotkan ke tanaman padi
Atau dengan menggunakan cara seperti ini :
Bahan : Tepung kanji secukupnya, lombok rawit merah dihaluskan.
·       Tepung kanji diberi air dan direbus,
·       ditambah cabai yang sudah dihaluskan hingga menjadi lem encer.

Cara pemakaian : Lem kanji dioleskan merata dalam sepotong bambu dan masukkan dalam lubang tikus, agar supaya tikus keluar masuk lewat potongan bambu tersebut, karena mata kena lem kanji yang pedas tikus menjadi buta dan mati.
Mengapa? Pestisida adalah bahan beracun yang terbuat dari berbagai bahan kimia, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu  yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat di lingkungan sekitar. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap  organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.
Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, di air minum, di air sungai,  di air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya, racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan.
Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota  bukan sasaran.
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran.
Source : bibitikan.net
Pestisida dapat berkontribusi dengan polusi udara. Penimbunan pestisida terjadi ketika pestisida tergantung di udara sebagai partikel yang dibawa oleh angin ke daerah lain dan berpotensi mencemari lingkungan. Pestisida yang diterapkan untuk tanaman dapat menguap dan mungkin tertiup oleh angin ke sekitarnya sehingga berpotensi menjadi ancaman bagi satwa liar. Selain itu, tetesan pestisida yang disemprot atau partikel dari pestisida digunakan sebagai debu mungkin dapat terbawa angin ke daerah lain, atau pestisida dapat menempel pada partikel yang berhembus dalam angin, seperti partikel debu.
Pestisida yang disemprotkan pada ladang dan digunakan untuk fumigasi tanah dapat mengeluarkan zat kimia yang disebut senyawa organik yang mudah menguap yang dapat bereaksi dengan bahan kimia lainnya dan membentuk polutan yang disebut ozon troposfer. Penggunaan pestisida menyumbang sekitar 6 persen dari total tingkat ozon troposfer.

Daftar Pustaka
Rudi C Tarumingkeng. Pestisida dan Penggunaannya.http://www.scribd.com/doc/3116466/PESTISIDA-DAN-PENGGUNAANNYA (diakses pada minggu, 10 Mei 2015)
Fatmawati. Makalah Perlindungan Tanaman.http://coretanfhatma.blogspot.com/2012/05/makalah-perlindungan-tanaman-dampak.html (diakses pada minggu, 10 Mei 2015)
Perwitasari, L. Dampak Penyemprotan Pestisida Bagi Lingkungan.http://lperwitasari.blogspot.com/2013/10/dampak-penyemprotan-pestisida-bagi.html (diakses pada minggu, 10 Mei 2015)

           Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetative maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti. Hal ini juga dijelaskan oleh bahwa Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Sebagai hama, tikus mampu merusak tanaman budidaya dalam waktu singkat dan menimbulkan kehilangan hasil dalam jumlah besar sejak di persemaian, pertanaman sampai di tempat penyimpanan/gudang (hama pasca panen), walaupun hal tersebut dilakukan oleh beberapa ekor tikus saja. Dengan demikian, kerugian yang dialami oleh petani seringkali tidak terduga dan mengakibatkan kerugian yang besar.
Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu: tikus sawah (R. argentiventer), tikus wirok (B. indica), tikus 5 hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus semak/padang (R. exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus).
       Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada.

B. Habitat
           Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung dan berkembangbiak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi. Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi berat, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium.

C. Perkembangan Tikus Sawah
Ilustrasi jumlah tikus yang tertangkap
           Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan ratarata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi normal. Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina terjadi cepat, yaitu pada umur 40 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, yaitu pada umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan. Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100 – 200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang. Perkembangbiakan tikus terjadi sangat cepat. Dalam setahun sepasang tikus mampu beranak hingga 1.270 ekor.

Daftar Pustaka
Rusdy,A., Fatmal,I. 2008. Preferensi Tikus (Rattus argentiventer) Terhadap Jenis Umpan Pada Tanaman Padi Sawah.  J. Floratek 3: 68 – 73